Rabu, 17 Oktober 2012

Kebrutalan Terhadap Wartawan

Di layar kaca terekam jelas gambar seorang berseragam TNI AU menendang  kemudian membanting dan mencekik seorang  wartawan foto,  saat meliput jatuhnya pesawat Hawk 100 di Pekanbaru, Riau. Sementara rekannya, anggota TNI AU  lain berseragam orange, membantu dan merebut kamera dari sang wartawan yang sudah terjatuh, di aniaya temannya.  Dari laporan media, ada lima wartawan yang mengalami kekerasan fisik dalam peritiwa itu.

Adegan itu terasa sangat aneh dan memalukan. Di alam demokrasi yang begitu terbuka, masih ada oknum TNI yang bertindak brutal terhadap wartawan. Apalagi oknum itu seorang perwira menengah ( dalam gambar terlihat pangkatnya seperti mayor atau letkol ), yang mestinya memiliki intelektual dan kesadaran  yang  tinggi untuk tidak melakukan  kekerasan atau bahkan  kriminal.  Dengan alasan apapun,  publik  tidak bisa memahami,  tindakan brutal  oknum TNI  menganiaya teman teman wartawan.

Perwira TNI  AU itu mestinya paham betul, profesi wartawan dilindungi sejumlah Undang Undang.  Pers adalah salah satu pilar demokrasi yang mesti dijunjung tinggi.  Karena pers merupakan alat kontrol bagi berjalannya demokrasi.  Teman teman yang meliput peristiwa itu  bukanlah orang  liar yang memiliki tujuan  jahat.  Mereka  juga bukan paparazzi yang mengambil gambar untuk dijual demi sesuap nasi.  Mereka adalah wartawan resmi, yang memiliki identitas dan media yang jelas.  Jika memang TNI memiliki kebijakan melarang meliput peristiwa sensitif seperti jatuhnya pesawat,  atau hal hal yang  terkait dengan sebuah kerahasiaan institusi atau negara, tidak bisakah mereka menggunakan cara cara yang santun dan beradab.  Perwira TNI AU itu mestinya bisa menegur dan mengingatkan para wartawan,  bahwa peristiwa ini tidak boleh diliput. Saya haqqul yakkin teman teman wartawan akan bisa memahami.  

Namun di sisi lain petugas juga mesti menyadari dan mengerti  peran media,  dan  hak publik untuk tahu  ( right to know ) tentang sebuah persitiwa. Apalagi saat ini sudah terbit Undang Undang No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) yang merupakan realisasi dari freedom of information act. Nah sebenarnya solusinya sangat sederhana.  Petugas   harus menjelaskan  kepada para jurnalis, area mana yang boleh diliput dan obyek mana yang tidak boleh diambil gambarnya.  Karena rasanya mustahil,  peristiwa jatuhnya pesawat tempur andalan TNI AU tidak dikabarkan kepada publik melalui media.

Kebrutalan memang bukan hal yang mudah untuk dihapus di negeri ini.  Setiap hari, kita menyaksikan di layarkaca dan membaca di media cetak, aksi aksi kebrutalan dan kekerasan menjadi menu sehari hari. Bukan hanya oleh kriminal jalanan,  pelajar, mahasiswa,  rakyat biasa, tetapi juga  oleh oknum pejabat negara.  Mereka   dengan mudah  melakukan aksi aksi kekerasan dan kebrutalan.  Ada yang salah di negeri ini.

Jadi di mana persoalannya ?  Rasanya kita memang punya  persoalan besar yang terlupakan.  Sudah lama kita kehilangan karakter sebagai sebuah bangsa.  Kita tidak lagi santun,  dan menjunjung tinggi etika dan budaya.  Lambat laun kita seperti robot yang kehilangan harkat dan martabatnya sebagai mahluk yang diciptakan sempurna. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar