Minggu, 28 Oktober 2012

Belajar dari Yati

Mendengar kisah Mak Yati ( 64 ),  rasanya kita seperti membuka kembali buku suci, yang sudah lama tersimpan  dan terlupakan. Kita juga seperti disuruh bercermin di depan kaca  sambil  bertanya,  masihkan kita punya hati yang mulia seperti dia?  Di tengah kerasnya kehidupan di Ibukota, di mana orang mendewakan harta dan kekuasaan, di saat orang gigih memburu surga dunia dengan segala cara, Mak Yati  mengingatkan kembali kepada kita, bahwa harta bukanlah segala-galanya.   Betapa tidak ?

Selasa ( 23/10) malam lalu, pengurus   Masjid Al-Ijtihaad, Tebet Mas, Jakarta Selatan dibuat terperangah, saat wanita tua yang selama ini dikenal sebagai pemulung itu, datang dengan menumpang bajaj, membawa dua ekor kambing untuk berqurban. "Sudah lama Mak pengen kurban. Sejak tiga tahun yang lalu. Tapi kan mak ini kerjaannya cuma mulung, jadi penghasilan nggak jelas. Buat makan sehari saja kadang udah sukur. Jadi Mak ngumpulin dulu duit Rp 1.000, Rp 1.500 sampai tiga tahun, lalu Mak beliin kambing dua ekor”   kata Mak Yati ketika ditanya wartawan apa alasan berkurban di hari raya Idul Adha. 

Wanita asal Pasuruan Jawa Timur itu kemudian bercerita, selama tiga tahun ia menabung setiap hari tanpa sepengetahuan suaminya.  Uang yang terkumpul kemudian dibelikan emas. Menjelang datangnya hari raya Qurban, Yati menjual emasnya senilai 3,8 juta. Kemudian  pemulung yang tinggal di gubug di atas lahan milik dinas sosial di Jalan Tebet Barat Raya  itu,  membeli dua ekor kambing seharga 3 juta rupiah.

Kisah ini sangat menyentuh hati. Kita banyak belajar dari Mak Yati.  Di saat orang mulai melupakan kebaikan,  ketika manusia makin sulit memahami makna keikhlasan, dan mengukur segalanya dengan uang, wanita tua itu justru mengajarkan ketulusan.   Banyak  orang yang bergelimang harta, namun sedikit yang berhati mulia.  Ketika orang lebih banyak memilih lorong yang gelap untuk meraih dunia, dengan keserakahan, ketamakan, dan keangkaramurkaan, namun Mak Yati  justru menunjukkan jalan yang terang di dalam kegelapan.  Mak Yati seperti tak lagi menuruti nafsu duniawi. Ia hanya punya mimpi yang sederhana, namun amat besar maknanya. Mak Yati ingin naik domba  menuju nirwana, kelak di alam baka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar