Dua minggu terakhir, merupakan moment dimana akal sehat kita
tercabik cabik dengan berita mengenai ujian nasional. Pekan lalu, public dicengangkan dengan informasi mengenai pengunduran jadwal ujian
nasional untuk tingkat SMA dan sederajat.
Penyebabnya ? sungguh membuat
kita geram tak habis pikir. Distribusi soal ujian bermasalah karena
percetakan belum selesai mencetak seluruh soal ! Ini merupakan sejarah kelam dalam dunia
pendidikan kita. Karena sejak dimulai perhelatan yang namanya Ujian
Nasional tahun 2005,( sebelumnya UAN, EBTANAS DLL) baru kali ini ujian diundur.
Di televisi selama berhari hari kita melihat bagaimana para
pejabat sibuk berkomentar mengenai carut marut persoalan ujian nasional. Mendikbud
terlihat sibuk berkunjung ke sana kemari, untuk mengecek persoalan yang
terjadi. Pak menteri bahkan harus datang ke percetakan milik PT Ghalia Indonesia Printing di kawasan
Bogor, Jawa Barat, untuk mengetahui
kenapa soal ujian terlambat diselesaikan.
Presiden SBY juga sibuk menulis di akun twitternya yang baru
di rilis beberapa minggu sebelumnya. Presiden
memberi instruksi kepada mendikbud untuk menyelesaikan permasalah UN dengan
sebaik baiknya. Presiden bahkan harus
menulis 10 komentar di akunnya, dan
kemudian memanggil mendikbud. “
Pemerintah meminta maaf atas keterlambatan UN ini. Terimakasih kepada yang ikut
membantu dan mengatasinya, serta masukan
melalui akun ini*SBY*” ini salah satu kicauan presiden di akunnya.
Ada persoalan management yang akut di kemendikbud, kenapa
soal ujian sampai terlambat dicetak. Pertanyaan paling mendasar, apakah tidak
ada proses check and balances, dalam menyelenggarakan
perhelatan rutin yang namanya UN ? keterlambatan percetakan tentu bisa
diantisipasi jauh jauh hari sebelumnya, jika semua prosedur menajemen di jalankan dengan baik. Saya sangat
yakin para pejabat di kemdikbud tidak bekerja optimal, bahkan mungkin meremehkan
pekerjaan mereka. Buktinya Menteri M. Nuh kepada media mengaku baru
tahu persoalan percetakan dua hari sebelum ujian digelar.
Kedua, saya mendengar berkali kali, Menteri M. Nuh
mengatakan dalam berbagai kesempatan, siap bertanggung jawab atas tragedi ini. Namun dari wajahnya seperti
tidak nampak ada penyesalan yang mendalam. Dalam teori komunikasi, gesture atau gerak tubuh, termasuk
ekspresi wajah, merupakan suatu signal kejujuran. Orang boleh
mengucapkan apa saja, namun wajah lebih berbicara tentang yang sebenarnya. Saat menggelar konferensi pers di Istana
Negara usai dipanggil persiden, M Nuh
bahkan mengeluarkan komentar yang tidak pantas. “ Saya pikir tadi saya mau
dimarahi sama presiden, namun ternyata tidak” kata Nuh. Dalam hati saya, ini menteri kok ngomongnya
ga ada beda dengan pejabat lain yg gak
bisa berempati kepada public. Pak
menteri…. Presiden gak marah mungkin karena terlalu baik, atau takut konflik…..
tapi jangan lupa ……Rakyat Marah Besar !!!!!! anda bekerja tidak professional. At the
end, Pak Nuh juga tidak pernah ngomong apa bentuk pertanggungjawabannya. Meski
banyak pihak meminta M. Nuh mundur!!!
Saya jadi berpikir, seandaianya ini terjadi di Jepang atau Korea Selatan, pastilah menterinya
tanpa disuruh akan mundur gentlemen sebagai bentuk tanggung jawab.
So….bagaimana bangsa ini akan beranjak dewasa jika para
pejabat tingginya, tak member keteladanan, bekerja profesional, bertanggung jawab dan benar benar bekerja untuk rakyat. Atau jangan
jangan SBY salah mengangkat Prof. Dr. Ir. KH. Mohammad Nuh, DEA sebagai
mendikbud !!!!!